Jakarta, – PT PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk kini jadi sorotan pasca penetapan dua orang tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas kasus dugaan korupsi terkait perjanjian jual beli gas antara PGN dengan PT Isargas (IG), nilainya mencapai ratusan miliar rupiah.
“Kami pastikan sudah ada tersangka, yang ditetapkan sebagai tersangka kurang lebih dua orang,” kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri di Jakarta, Kamis, 30 Mei 2024 lalu.
Selain kasus yang tangani KPK itu, ternyata masih banyak permasalahan di PGN salah satunya tagihan PGN kepada PLN Muara Tawar berpotensi tidak tertagih sebesar Rp214,78 miliar. Hal ini terungkap dalam Laporan Hasil Pemeriksaan BPK Kepatuhan Atas Pengelolaan Pendapatan, Biaya dan Investasi pada PT PGN Tbk, Anak Perusahaan dan Instansi Terkait Tahun 2017 – Semester 1 2019 di Jakarta, Banten, Jawa Tengah dan Lampung.
Hasil pemeriksaan atas Perjanjian Jual Beli dan Penyaluaran Gas (PJBG) antara PLN dan PGN pada umumnya menunjukkan bahwa terdapat permasalahan atas pengelolaan piutang PLTGU Muara Tawar yaitu tagihan tersebut berpotensi macet.
Perikatan antara PGN dan PLN untuk penyaluran gas ke Muara Tawar dilaksanakan sejak tanggal 1 April 2008 melalui PJBG untuk Pusat Listrik Muara Tawar nomor 198.PJ040/DIR/2007 tanggal 9 Juli 2007 sebagaimana diubah terakhir melalui PJBG mandemen keenam nomor 01 8502.Amd/HK.02/USH/2014 tanggal 6 Oktober 2014 dengan jangka waktu perjanjian berakhir pada 31 Maret 2016.
Diketahui bahwa PLN hanya membayar tagihan porsi USD dan tidak membayar tagihan porsi Rupiah untuk tagihan bulan Januari – Maret 2016. Tagihan porsi Rupiah untuk bulan Januari – Maret 2016 tersebut seluruhnya sebesar Rp214.786.347.705,00 yang terdiri dari tagihan pemakaian gas sebesar Rp207.023.129.200,00 beserta denda keterlambatan sebesar Rp7.763.218.505,00.
PLN telah mengirimkan surat keberatan dan menagihkan kembali seluruh pembayaran PLN berupa komponen Rupiah harga gas tersebut sejak tanggal 30 Agustus 2008 – 30 November 2015 total sebesar Rp5.837.372.718.776,00.
Surat-surat dimaksud adalah:
a. Surat Dirut PLN nomor 1022/EP1.03.02/DIRUT/2015 tanggal 10 November 2015 menjelaskan bahwa pemberlakuan komponen harga P2 senilai Rp750,00 m³ dikenakan atas dasar penyaluran gas melalui pipa distribusi milik PGN (sebagai distribution fee). Sedangkan penyaluran gas dari Station Muara Bekasi ke Pusat listrik Muara Tawar dilakukan melalui pipa gas milik PLN. Untuk itu PLN meminta agar pemberlakuan komponen tambahan harga gas (distribution fee) senilai Rp750,00/m³ untuk pasokan gas ke Muara Tawar, yang dilakukan melalui pipa gas milik PLN, dibatalkan serta menagihkan kembali seluruh pembayaran PLN terhadap komponen harga gas tersebut sejak tanggal 30 Agustus 2008 – 30 November 2015 seluruhnya sebesar Rp5.837.372.718.776,00.
b. Surat Dirut PLN nomor 0063/ EPI.03.02/DIRUT/2016 tanggal 29 Januari 2016 meminta agar PJBG baru mengkomodir kekeliruan PJBG terdahulu yaitu untuk tidak mencantumkan komponen harga rupiah (sebagai distribution fee) dalam PJBG baru.
c. Surat PIh Kepala Satuan Gas dan BBM PT PLN melalui surat nomor 0100/EP1.03.02/SGBM/2016 tanggal 15 Februari 2016 yang meminta PGN agar menghilangkan komponen biaya distribusi sebesar Rp750,00/m3 sehingga harga gas adalah hanya sebesar USD7.56/MMBTU.
Lebih lanjut, konfirmasi dengan manajemen PLN tanggal 9 September 2019 diketahui hal berikut:
a. EVP Gas dan BBM dan EVP Akuntansi menjelaskan bahwa PLN tidak mengakui tagihan sebesar Rp214.786.347.705,00 tersebut karena tagihan porsi rupiah merupakan tagihan atas komponen distribution fee sebagai biaya pembangunan pipa distribusi sedangkan PLN Muara Tawar membangun pipa distribusi sendiri sehingga PLN tidak melakukan pencatatan akuntansi terkait tagihan porsi rupiah tersebut. Biaya porsi rupiah penyaluran gas PGN ke PLN Muara Tawar yang telah dibayarkan PLN (sampai dengan Desember 2018) adalah sebesar 6.148.380.906.416,00
b. EVP Keuangan dan EVP Akuntansi menjelaskan total biaya yang telah dikeluarkan PLN terkait pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan pipa distribusi untuk penyaluran gas PGN ke PLN Muara Tawar sejak tahun 2008 sd 2015 adalah sebesar -+ Rp230.499.896.552,00; yang terdiri dari biaya rutin dan non rutin terkait operasi dan pemeliharaan pipa gas sebesar Rp5.679.896.552,00, pembangunan aset pipa sebesar Rp84820.000.000,00 dan pembelian aset tanah row pipa gas sebesar Rp140.000.000.000,00.
Dari penjelasan PLN di atas, dapat disimpulkan bahwa bagi PLN permasalahan piutang sebesar Rp207.023.129.191,00 (total Rp214.786.347.696,00 termasuk denda) dan klaim PLN sebesar Rp6.148.380.906.416,00 sama-sama merupakan distribution fee dengan tarif Rp750/m3. Dengan demikian, PLN tidak mencatat dan mengakui Rp207.023.129.200,00 sebagai utang PLN kepada PGN atas PJBG Muara Tawar.
Di sisi lain, manajemen PGN menanggapi permintaan PLN sebagai berikut:
a. Director of Commerce PGN menanggapi melalui surat nomor 3700.S/HK.02/COD/2016 tanggal 24 Februari 2016 kepada Direktur Pengadaan PLN, bahwa faktor pembentuk harga gas P2 diantaranya keekonomian investasi dan infrastuktur dan volume pengadaan gas dari seluruh pelanggan PGN dimana komponen harga gas dalam porsi rupiah tersebut diberlakukan sama kepada seluruh pelanggan PGN di wilayah Jawa Bagian Barat untuk kategori pelanggan IMP. Selain itu, PGN menyatakan tetap terikat dengan ketentuan dalam perjanjian yang berakhir pada tanggal 31 Maret 2016.
b. PH Business Unit Head Gas Product PGN melalui surat nomor 021400.S/PP.03/BGP/2016 tanggal 29 Februari 2016 meminta PLN agar segera melakukan pelunasan tagihan beserta denda dan melakukan pembayaran Nota Tagihan bulan berikutnya secara full amount. Namun demikian, Direktur Pembina Satuan Gas dan BBM PLN melalui surat nomor 0457/EPI.03.03/DITDAN/2016 tanggal 15 Juli 2016 menyatakan PLN keberatan atas tagihan PGN sebesar Rp214.786.347.696,00 yang merupakan biaya distribusi.
Selanjutnya Tim BPK mengkonfirmasi manajemen PGN (Grup Head Marketing, Group Head BUGP dan Revenue Assurance Division) dan diperoleh keterangan sebagai berikut:
a. Group Head Marketing dan Group Head BUGP PGN menyatakan bahwa PGN menerapkan harga multi currency (porsi USD/MMBtu dan Rp/m³) kepada seluruh pelanggan IMP. Harga jual mulri currency ditetapkan untuk merepresentasikan biaya-biaya yang timbul untuk menyalurkan gas sejak dari lapangan gas hingga lokasi pelanggan. Komponen pembentuk harga gas PGN terdiri dari biaya pembelian gas, biaya transmisi (apabila ada), keekonomian investasi atas infrastruktur gas bumi yang dimiliki oleh PGN dan pengembangannya serta biaya – biaya operasional lainnya yang terdiri dari namun tidak terbatas pada biaya pengoperasian aset infrastruktur gas bumi, iuran badan usaha, dan pajak sesuai ketentuan yang berlaku.
Komponen harga gas mulri currency merupakan satu kesatuan di dalam harga jual gas PGN kepada pelanggan. Selain itu, dijelaskan bahwa PGN sebelumnya menerapkan harga jual gas bumi kepada pelanggan dalam satu mata uang yaitu Rp/m³ sedangkan ada pemasok gas bumi kepada PGN yang menjual dalam USD/MMBTU. Kebijakan penerapan dua mata uang merupakan hasil keputusan rapat komisaris PGN tanggal 16 Juni 1998 untuk memitigasi beban PGN sebagai dampak krisis mnoneter tahun 1997. Penggunaan dua mata uang tersebut dimaksudkan sebagai lindung nilai secara alami (natural hedging) apabila terjadi fluktuasi nilai tukar atas mata uang Rupiah terhadap USD. Dengan demikian PGN tidak mengakui klaim PLN kepada PGN karena para pihak seharusnya tunduk pada PJBG yang telah disepakati sehingga PGN tetap menagihkan tagihan porsi rupiah Januari sd Maret 2016 tersebut sebesar Rp207.023.129.200,00 beserta denda keterlambatan sebesar Rp7.763.218.505,00 dalam setiap invoice sejak April 2016 sd sekarang.
b. Revenue Assurance Division menjelaskan bahwa piutang PLN Muara Tawar senilai Rp207.023.129.200,00 tersebut sudah dilakukan penyisihan piutang (impairment) 100% berdasarkan PSAK 55 Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran, dengan metode individual impairment dalam Laporan Keuangan PGN tahun 2017 dengan pertimbangan piutang tersebut tidak mempunyai tingkat kolektibilitas.
Adapun denda keterlambatan akan dicatat dalam pembukuan setelah PGN memperolehnya. Sedangkan dalam kasus ini, PGN belum menerima pembayaran denda sehingga tidak berdampak sebagai suatu transaksi keuangan.
Setelah PJBG PLN Muara Tawar dan amandemennya berakhir, yaitu pada 31 Maret 2016, PGN dan PLN sepakat bahwa PLN tidak dikenakan harga jual porsi rupiah dan dapat menambah volume kontrak serta memperoleh swing rate dan gas interruptible dengan nominasi tertentu. Untuk selanjutnya perjanjian pemanfatan gas tersebut berbentuk Kesepakatan Bersama yang mempunyai format dan materi yang sama dengan amandemen PJBG sebelumnya namun dengan jangka waktu yang lebih pendek.
Sehubungan dengan surat keberatan dari Dirut PLN nomor 1022/EP1.03.02/DIRUT/2015 tanggal 1 November 2015 tentang pembatalan dan menagihkan kembali seluruh pembayaran PLN terhadap komponen harga gas porsi Rupiah dan PGN telah menjawab bahwa komponen harga gas dalam porsi rupiah tersebut diberlakukan sama kepada seluruh pelanggan PGN maka Kementerian BUMN telah melakukan mediasi antara PGN dan PLN untuk menyelesaikan masalah ini. Mediasi tersebut diperlukan karena PLN mengklaim tagihan komponen porsi Rupiah Rp750/m³ yang telah dibayarkan sd Desember 2015 adalah biaya distribution fee atas pipa yang telah dibangun dan dipelihara PLN.
Disisi lain PGN menganggap P2 adalah harga yang berlaku untuk pelanggan IMP di SBU I dan telah sesuai PJBG. Sebagai tindak lanjut atas mediasi tersebut, pada tanggal 31 Desember 2018, Dirut PGN dan Dirut PLN telah menandatangani Kesepakatan Bersama tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Gas Bumi dan Infrastruktur Gas untuk Pembangkitan Listrik yang mencantumkan perhitungan volume dengan dikenakan harga khusus yang melingkupi namun tidak terbatas pada delapan lokasi pembangkit listrik PLN di seluruh Indonesia.
Kesepakatan Bersama tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Gas Bumi dan Infrastruktur Gas untuk Pembangkitan Listrik ersebut diantaranya mengatur pemberian diskon penyaluran gas oleh PGN untuk PLN total sebesar Rp6.200.000.000.000,00 denganjangka waktu selama 4.01 5 hari (11 tahun dengan asumsi 365 hari dalam 1 tahun). Diskon tersebut dituangkan sebagai selisih perhitungan tagihan antara harga keekonomian PGN dengan harga khusus yang berlaku untuk PLN.
Divisi Marketing PGN menjelaskan kesepakatan bersama tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Gas Bumi dan Infrastruktur Gas untuk Pembangkitan Listrik tersebut merupakan harga khusus/harga penyesuaian yang diberikan PGN kepada PLN dan tidak menghapus hak tagih PGN kepada PLN Muara Tawar sebesar Rp214.786.347.696,00 serta tidak mengakomodir klaim PLN atas tagihan porsi Rupiah PLN Muara Tawar yang sudah
terbayarkan.
Namun berdasarkan konfirmasi kepada PLN, secara substansi tagihan Rp214.786.347.696,00 sebenarnya sama dengan substansi distribution fee (dengan porsi rupiah Rp750/m3) sehingga PLN keberatan membayar tagihan PGN sejumlah tersebut.
Kondisi di atas tidak sesuai dengan Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-02/MBU/2012 tentang Perubahan Menteri Negara BUMN Nomor PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara, Pedoman Berlangganan Gas PT PGN (Persero) Tbk Nomor P-001/0.71 tanggal 11 januari 2018, dan Perjanjian jual beli gas untuk masing-masing pembangkit PLN bahwa PJBG untuk Pusat Listrik Muara Tawar Nomor 002004.PK/HK.02/COD/2018 tanggal 7 Februari 2018.
Atas permasalahan tersebut, PGN menanggapi bahwa terdapat perbedaan persepsi dari pihak PLN terkait perhitungan tagihan pada PJBG yang telah disepakati dan ditandatangani
oleh PLN dan PGN, dimana PGN masih terus berusaha menagih piutang tersebut agar dibayar oleh PLN. Tagihan terakhir kepada PLN sesuai surat Direktur Keuangan Nomor 062900.S/KU.01.01/FIN/2019 tanggal 8 November 2019.
Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada Direksi PGN agar segera berkoordinasi dengan PLN untuk mencapai kesepakatan terkait tagihan sebesar Rp214.786.347.696,00.
PenaHarian.com telah bersurat resmi kepada Direktur Utama PT PGN Tbk perihal konfirmasi tindaklanjut temuan BPK atas tagihan PT PGN ke PLN Muara Tawar sebesar Rp214,78 miliar. Namun belum ditanggapi hingga berita ini diterbitkan.