PADANG — Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI) menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Barat pada Jumat (20/6/2025) sore. Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk kekecewaan terhadap penanganan sejumlah kasus hukum di Sumatera Barat, salah satunya terkait dugaan penyalahgunaan lahan negara seluas 650 hektare (Ha) di Kabupaten Solok Selatan.
Dalam aksinya, mahasiswa menuntut Kejaksaan Agung untuk mencopot Kepala Kejati Sumbar, Yuni Daru Winarsih dari jabatannya. Mereka menilai, penanganan kasus dugaan korupsi dan perambahan lahan di daerah tersebut berjalan lamban dan berpotensi tebang pilih.
Unjuk rasa sempat memanas dan berakhir ricuh. Kontak fisik terjadi antara sejumlah mahasiswa dengan petugas pengamanan internal Kejati Sumbar. Namun, kondisi berhasil diredam dan massa membubarkan diri menjelang waktu Magrib.
Sebelum meninggalkan lokasi, demonstran sempat menutupi papan nama Kantor Kejati Sumbar dengan spanduk bertuliskan “Copot Kajati Sumbar”, serta melemparkan botol plastik ke dalam area kantor.
Tanggapan Kejati Sumbar
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sumbar, M. Rasyid, menyampaikan bahwa unjuk rasa merupakan bagian dari penyampaian aspirasi masyarakat. Ia memastikan bahwa situasi telah terkendali meski sempat terjadi insiden.
Terkait kasus dugaan korupsi lahan seluas 650 hektare di Solok Selatan, Rasyid menegaskan bahwa proses penyelidikan masih berjalan.
“Kasus ini masih dalam tahap penyelidikan. Kami menghargai setiap masukan dari masyarakat dan akan menyampaikan perkembangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ujarnya.
Dugaan penyalahgunaan lahan tersebut mencuat setelah adanya laporan masyarakat pada Maret 2024. Laporan itu menyebutkan penggunaan kawasan hutan negara untuk perkebunan kelapa sawit oleh kelompok tani yang diduga memiliki keterkaitan dengan pihak keluarga pejabat daerah.
Berdasarkan laporan itu, pada April 2024 Kejati Sumbar telah mengeluarkan Surat Perintah Penyelidikan. Hingga kini, sebanyak 60 orang telah dimintai klarifikasi, termasuk Bupati Solok Selatan, Khairunas, beserta beberapa anggota keluarganya dan sejumlah pejabat setempat.
Khairunas sendiri, saat dimintai komentar seusai pemanggilan oleh penyidik, enggan memberikan keterangan. “Tanyai ke penyidik ya,” ujarnya singkat.
Tujuh Tuntutan Mahasiswa
Dalam aksinya, para mahasiswa menyampaikan tujuh tuntutan utama, sebagai berikut:
- Mendesak Kejaksaan Agung mencopot Kepala Kejati Sumbar karena diduga tebang pilih dalam menangani perkara di Sumatera Barat.
- Meminta Dirjen Gakkum KLHK untuk memeriksa dugaan perusakan hutan lindung oleh pihak-pihak tertentu di Solok Selatan.
- Meminta Menteri ATR/BPN menindaklanjuti dugaan penyerobotan lahan negara oleh oknum pejabat daerah.
- Meminta Kejati Sumbar memberikan penjelasan terbuka kepada publik mengenai perkembangan penyelidikan kasus lahan 650 hektare.
- Menuntut penegak hukum membongkar jaringan mafia lahan negara, serta menindak tegas pihak-pihak yang terbukti bersalah.
- Meminta Kejati tidak memberikan ruang negosiasi kepada pihak-pihak yang diduga terlibat, serta mempercepat penanganan kasus.
- Mendesak Kejati Sumbar untuk fokus pada penegakan hukum secara adil dan transparan, bukan sekadar pencitraan.
Mahasiswa juga menegaskan bahwa mereka akan terus mengawal jalannya proses hukum kasus ini dan menolak segala bentuk intervensi.
Masih terkait kinerja Kejati Sumbar, baru-baru ini Komunitas Pemberantas Korupsi (LSM KPK) DPW Sumatera Barat juga secara resmi melayangkan surat kepada Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, guna meminta perhatian terhadap penanganan kasus dugaan korupsi proyek rehabilitasi irigasi senilai Rp48 miliar di Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat.
Langkah ini dilakukan karena kasus yang ditangani Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Barat tersebut dinilai berjalan sangat lambat dan belum menunjukkan perkembangan berarti, meskipun Surat Perintah Penyelidikan telah diterbitkan sejak awal tahun 2025.