Kasus Dugaan Bisnis Fiktif Anak Perusahaan PT Semen Padang PT BSA Rp42,5 Miliar Mandek di Polda Jatim Selama 4 Tahun

PenaHarian.com
31 Mar 2024 18:25
7 menit membaca

Jakarta, – Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas dugaan kerja sama bisnis fiktif anak perusahaan PT Semen Padang (SP) yaitu PT Bima Sepaja Abadi (BSA) dengan PT ATL dan CV AL yang terindikasi merugikan perusahaan sebesar Rp42,5 miliar lebih telah masuk ranah hukum, namun masih mandek di Polda Jawa Timur (Jatim) sejak 11 Desember 2019 lalu.

Terkait Piutang Usaha kepada PT ATL dan adanya permasalahan kerja sama bisnis PT BSA dengan PT ATL, Direksi PT BSA telah melaporkan PT ATL kepada Polda Jawa Timur pada tanggal 11 Desember 2019 dikarenakan cekcek yang diberikan oleh PT ATL sebagai pembayaran tidak dapat dicairkan.

Berdasarkan dokumen berita acara wawancara penyelidik Polda Jawa Timur kepada Kepala Bagian Forwarding PT BSA tanggal 5 Maret 2020 terkait permasalahan antara PT BSA dan PT ATL diketahui antara lain PT BSA telah ditipu oleh PT ATL dengan keadaan palsu, surat palsu, dan atau keterangan keadaan bohong bahwa PT ATL memiliki kontrak kerja atau proyek pengangkutan dengan PT VUB.

Atas pelaporan PT BSA tersebut, sampai dengan berakhirnya pemeriksaan belum terdapat kejelasan atas penyelesaian kasus tersebut. Berdasarkan dokumen dari pihak kepolisian yang diperoleh PT BSA diketahui bahwa telah terdapat tujuh Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dari pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Jawa Timur.

Berdasarkan SP2HP ke tujuh yaitu pada tanggal 31 Mei 2022, antara lain diketahui bahwa pihak kepolisian telah memeriksa 12 orang saksi, telah menerima hasil audit dari Kantor Akuntan Publik (KAP) dan merencanakan akan melakukan pemeriksaan kepada pihak KAP terkait hasil audit, serta melakukan pemeriksaan kepada saksi-saksi lainnya juga pemeriksaan kepada pihak terlapor. Selain itu, pihak kepolisian menyampaikan bahwa penanganan kasus terhambat dikarenakan masa pandemi Covid 19.

Sebagaimana diketahui sebelumnya audit BPK Dengan Tujuan Tertentu atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan pada PT Semen Indonesia (SIG) Tahun 2020 s.d Semester 1 Tahun 2022 mengungkap temuan cukup fantastis. Ditemukan dugaan kerja sama bisnis fiktif anak perusahaan PT Semen Padang (SP) yaitu PT Bima Sepaja Abadi (BSA) dengan PT ATL dan CV AL yang terindikasi merugikan perusahaan sebesar Rp42,5 miliar lebih.

Kerja sama antara PT BSA dengan PT ATL dimuat dalam perjanjian kerja sama Nomor 020/SP-ATL/V/2019 tanggal 2 Mei 2019. Perjanjian tersebut dimulai sejak tanggal 2 Mei 2019 sampai dengan 31 Mei 2020 untuk melaksanakan kegiatan pengiriman barang dari Gresik ke Proyek Sungaidano, Kalimantan Selatan.

Kerja sama bisnis tersebut didasari adanya pekerjaan yang dilaksanakan oleh PT ATL untuk mengirimkan barang milik PT Varia Usaha Beton (PT VUB) dimana PT VUB tidak pernah bekerja sama dengan PT ATL. PT BSA tidak memiliki fasilitas kendaraan untuk melaksanakan pekerjaan dari PT ATL sehingga menunjuk CV AL sebagai vendor sesuai rekomendasi dari PT ATL.

PT BSA telah membayar kepada CV AL sebesar Rp101,2 miliar lebih sejak tanggal 6 September 2018 sampai dengan tanggal 6 Mei 2019. Namun PT BSA baru menerima pembayaran dari PT ATL sebesar Rp73,6 miliar lebih sehingga masih terdapat kekurangan penerimaan sebesar Rp27,6 miliar lebih.

Nilai kekurangan penerimaan tersebut belum termasuk keuntungan yang seharusnya diterima sebesar Rp14,9 miliar lebih. Dengan demikiran, kekurangan dana yang belum diterima seluruhnya sebesar Rp42,5 miliar lebih.

Hasil pemeriksaan atas dokumen perjanjian kerja sama, dokumen pembayaran dan dokumen lainnya terkait piutang dan kerja sama bisnis antara PT BSA dengan PT ATL dan CV AL menunjukkan pelaksanaan kerja sama pengiriman barang antara PT BSA dengan PT ATL dan CV AL terindikasi merugikan perusahaan sebesar Rp42,5 miliar lebih.

Berdasarkan klausul perjanjian kerja sama antara PT BSA dan PT ATL antara lain diketahui bahwa terkait dengan penagihan, PT ATL mensyaratkan kepada PT BSA untuk menyampaikan dokumen pengangkutan barang berupa surat muat. Begitu pula dengan klausul perjanjian kerja sama antara PT BSA dengan CV AL yang mensyaratkan CV AL untuk membuktikan prestasi pekerjaan pemuatan dengan mengirimkan surat muat kepada PT BSA.

Lebih lanjut, hasil pemeriksaan dokumen bukti pengiriman barang yang dijadikan sebagai dasar pembayaran menunjukkan bahwa tidak terdapat pengesahan dari pihak penerima barang yang dituju sebagaimana ditentukan dalam dokumen perjanjian kerja sama pengiriman barang, dan dokumen surat jalan/pengantar tidak menyebutkan nama dan stempel PT BSA dan CV AL melainkan hanya PT ATL.

Hasil penelusuran BPK secara uji petik atas data kendaraan yang tercantum di dalam dokumen surat jalan menunjukkan spesifikasi kendaraan yang digunakan tidak memiliki kapasitas angkut yang memadai untuk dapat mengangkut muatan seperti yang tercantum di dalam surat jalan. Sampai dengan berakhirnya pemeriksaan, personel dari PT ATL dan CV AL tidak dapat memberikan keterangan mengenai kerja sama bisnis dengan PT BSA sesuai email BPK kepada Internal Audit PT SP tanggal 28 September 2022.

Berdasarkan laporan keuangan PT BSA per 30 Juni 2022 diketahui bahwa Piutang pada PT ATL senilai Rp42,5 miliar lebih. Jumlah tersebut merupakan nilai penagihan PT BSA kepada PT ATL atas kerja sama pengiriman barang. Namun, berdasarkan data penerimaan dan pembayaran melalui rekening PT BSA yang diperoleh dari Divisi Keuangan PT BSA terkait kerja sama pengiriman barang antara PT BSA, PT ATL dan CV AL per 30 Juni 2022 diketahui bahwa realisasi pembayaran atau pengeluaran dana dari PT BSA ke CV AL sebesar Rp101,2 miliar lebih dan dana yang telah diterima oleh PT BSA dari PT ATL sebesar Rp73,6 miliar lebih, sehingga kekurangan penerimaan PT BSA sebesar Rp27,6 miliar lebih.

Adapun perbedaan nilai antara piutang PT ATL tercatat dengan nilai kekurangan penerimaan PT BSA dari PT ATL untuk menutup pengeluaran dana kepada CV AL yaitu sebesar Rp14,9 miliar lebih yang merupakan keuntungan belum diterima oleh PT BSA. Sehingga piutang PT ATL tercatat sebesar Rp42,5 miliar lebih berasal dari kekurangan penerimaan untuk menutup pengeluaran ke CV AL dan keuntungan yang belum diterima oleh PT BSA. Namun piutang tersebut berasal dari transaksi kerja sama dengan kondisi tidak dapat diyakini kebenaran adanya kegiatan pengiriman barang.

Sebagaimana dijelaskan hal-hal di atas yaitu pemilihan mitra kerja sama tidak melalui proses studi kelayakan atau due dilligence, tidak adanya pengawasan pekerjaan oleh PT BSA, surat jalan dibuat dan disahkan sendiri oleh PT ATL, tidak ada bukti bahwa telah terlaksananya pengangkutan barang dari lokasi angkut sampai ke tujuan sesuai rute yang dicantumkan dalam perjanjian maupun SPK/PO, dan pernyataan dari PT VUB bahwa tidak pernah ada bekerja sama dengan PT ATL terkait kegiatan pengangkutan atau pengiriman barang menunjukkan bahwa pelaksanaan proyek kerja sama antara PT BSA dengan PT ATL dan CV AL terindikasi fiktif sebesar Rp42,5 miliar lebih.

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, pada Pasal 97 ayat (3) yang menyatakan yang menyatakan bahwa setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan.

Kondisi tersebut mengakibatkan indikasi merugikan keuangan perusahaan sebesar Rp42,5 miliar lebih atas kerja sama bisnis antara PT BSA dengan PT ATL dan CV AL. Permasalahan ini disebabkan Direksi PT SP belum melakukan kajian bisnis mengenai layak atau tidaknya atas keberlangsungan dan keberadaan PT BSA sebagai anak perusahaan PT SP setelah permasalahan kerja sama dengan mitra kerja sama yang dilaksanakan oleh pihak-pihak terkait masalah tersebut terselesaikan, serta menjalankan hasil kajiannya, dan Dewan Komisaris PT BSA kurang optimal mengawasi kegiatan kerja sama yang dilaksanakan Direksi PT BSA dengan pihak ketiga.

Atas permasalahan tersebut, Direksi PT SIG menyampaikan bahwa telah melakukan audit tujuan tertentu yang sedang berlangsung di PT BSA dan jika telah selesai Perseroan akan segera mengambil langkah-langkah strategis. PT SIG juga akan melakukan pemantauan menyeluruh atas kegiatan baik strategis maupun operasional di seluruh anak perusahaan dan afiliasi yang terkonsolidasi.

BPK merekomendasikan kepada Direksi PT SIG agar melakukan investigasi atas kerja sama bisnis PT BSA dan seluruh aspek atas temuan pemeriksaan untuk menentukan apakah terdapat dugaan pelanggaran atau permasalahan hukum, dan jika terdapat dugaan tersebut maka dilakukan upaya hukum lebih lanjut.

Terkait perkembangan kasus ini di Polda Jawa Timur, PenaHarian.com telah berupaya mengonfirmasi Kabid Humas Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jawa Timur, Kombes Pol Dirmanto melalui pesan WhatsApp, namun belum memberikan tanggapan hingga berita ini diterbitkan.

Tidak ada komentar untuk ditampilkan.