Jakarta, – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menindaklanjuti Laporan Pengaduan Masyarakat (Lapdumas) Dugaan Korupsi Program Gerakan Pensejahteraan Petani (GPP) dan Gerakan Pensejahteraan Ekonomi Masyarakat Pesisir (GEPEMP) Provinsi Sumatera Barat tahun anggaran 2011-2015.
“Bersama ini disampaikan bahwa terhadap penanganan laporan a quo telah diserahkan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat tertanggal 29 November 2024 untuk ditindaklanjuti. Berkenaan dengan hal tersebut, kami mengucapkan terima kasin atas partisipasi dan dukungannya dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi”, demikian kutifan surat dari Direktur Penyidikan, Abd Qohar AF, kepada Komunitas Pemberantas Korupsi.
Sebelumnya diberitakan Komunitas Pemberantas Korupsi (KPK) resmi melaporkan dugaan korupsi terkait bantuan ternak sapi tidak sesuai spesifikasi dan bibit tanaman fiktif pada program GPP dan GEPEMP Pemprov Sumbar tahun 2011-2015 kepada Jampidsus Kejagung di Jakarta, Rabu (2/10/24) lalu.
Laporan ini didasarkan pada Laporan Panitia Khusus (Pansus) Program GPP dan GEPEMP DPRD Sumatera Barat yang dirilis pada 6 Juni 2016 mengungkap banyak permasalahan serius. Mulai dari bantuan tidak sesuai spesifikasi hingga bantuan fiktif.
Dijelaskan dalam laporan pansus tersebut bahwa pada rapat kerja bersama SKPD pelaksana program GPP dan GEPEMP tanggal 27 Januari 2016, Pansus mengkonfirmasi terhadap temuan kunjungan ke kelompok tani/masyarakat nelayan yang ada di kabupaten dan kota se Sumatera Barat.
Pertama, bantuan bibit tanaman perkebunan seperti Bibit Kakoa, dijumpai ada kelompok tani/masyarakat tertera dalam data namun tidak menerima bantuan sama sekali atau bibit tersebut tidak pernah sampai ke petani.
Kedua, bantuan bibit tanaman perkebunan tidak cocok dengan kondisi lahan petani bahkan diserahkan tanaman yang tidak dibutuhkan serta ada yang fiktif.
Ketiga, bantuan ternak sapi yang terima kelompok tani tidak unggul, tidak cukup umur serta tidak sesuai dengan spesifikasi sehingga hampir 4 tahun petani memelihara belum beranak sama sekali.
Keempat, bantuan yang diserahkan kepada kelompok tani tanpa didampingi oleh dinas atau pihak terkait, bahkan kelompok tani yang menerima bantuan ternak sapi ada yang tidak pernah mendapatkan bimbingan atau penyuluhan serta kunjungan dari pihak terkait.
Kelima, SKPD pelaksana program GPP dan GEPEMP telah melaksanakan evaluasi, diakui bahwa memang banyak permasalahan yang dijumpai dan disimpulkan keberhasilan hanya 30%.
PenaHarian.com menghubungi salah satu anggota Pansus, Nofrizon. Menurutnya hasil Pansus GPP dan GEPEMP sudah disampaikan kepada Gubernur Sumbar tahun 2016 lalu.
“Tugas kita sebagai lembaga pengawasan tentu menyampaikan ke gubernur tentu eksekusi dan tindak lanjutnya gubernur lagi”, kata Nofrizon kepada Wartawan, Kamis (19/9/2024) lalu.
Dalam upaya untuk mendapatkan tanggapan mengenai tindak lanjut rekomendasi pansus DPRD tersebut, PenaHarian.com mengonfirmasi Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sumatera Barat, Sukarli, menyatakan bahwa dokumen rekomendasi dari tahun 2016 tidak ada dalam memori serah terima. “Kami akan mencari dokumennya,” ujarnya melalui pesan WhatsApp pada Sabtu (21/9/24).
Senada, Sekretaris Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Sumbar, Ferdinal Asmin, menyampaikan bahwa tidak ada program GPP dan GEPEMP yang dilanjutkan pada tahun 2017 dan seterusnya. “Saya akan konfirmasi lebih lanjut kepada kolega yang lebih tahu mengenai rekomendasi ini,” tuturnya. Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumbar, Reti Wafda, belum memberikan tanggapan.
(Rahmat)