Padang, – Masyarakat Sumatera Barat kini dikejutkan adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Bank Nagari tahun 2018 – 2019 terungkap bahwa proses hapus buku kredit terhadap 1.252 rekening kredit Non KUR sebesar Rp80.812.421.372,57 tidak sepenuhnya mematuhi persyaratan Bank Indonesia. Kondisi tersebut mengakibatkan potensi tidak diterimanya pendapatan atas pengembalian kredit dari lelang agunan dengan nilai minimal sebesar Rp52.142.798.269,85.
PenaHarian.com telah berupaya mengonfirmasi Direktur Utama Bank Nagari, Gusti Candra melalui pesan WhatsApp (26/2/25) terkait tindaklanjut temuan tersebut. Namun juga belum merespons.
Penasaran siapa sosok Direktur Utama Bank Nagari, Gusti Candra? Ini profilnya
Dilansir dari banknagari.co.id, Direktur Utama Bank Nagari, Gusti Candra tinggal di Padang. Lahir di Lintau pada 7 Agustus 1972. Pendidikan formal di bidang Pertanian di Universitas Andalas (1997), dan Magister Manajemen di Universitas Andalas (2009).
Gusti Candra memulai karirnya pada tahun 1997 dan telah memegang beberapa posisi seperti Wakil Pemimpin Bagian Sentra Kredit Mikro dan Kecil (2006), Pemimpin Bagian Kredit Pertanian (2008), Pemimpin Grup Analis Kredit (2010).
Kemudian Pemimpin Grup Pengembangan Kredit (2010), Wakil Pemimpin Divisi Kredit dan Mikro Banking (2016), Pemimpin Divisi Kredit Komersial (2018), Pemimpin Divisi Perencanaan (2020), Direktur Kredit dan Syariah Periode 2020-2024.
Diketahui, Gusti Candra resmi ditetapkan sebagai Direktur Utama PT Bank Nagari periode 2024-2028. Penetapan Gusti Candra sebagai Direktur Utama dilangsungkan saat Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS LB) di Hotel Mercure Padang pada Selasa (25/6/2024) lalu.
Kembali ke temuan, berdasarkan LHP BPK masalah proses hapus buku kredit disebabkan Direksi Bank Nagari dalam memberikan persetujuan hapus buku kredit bermasalah tidak memedomani Peraturan Bank Indonesia sehingga terjadi hapus buku sebelum melakukan berbagai upaya untuk memperoleh kembali aset produktif terutama melalui lelang agunan.
Pemimpin Divisi Penyelamatan Kredit lalai dalam mengusulkan merekomendasikan hapus buku kredit macet (write off) sebelum melakukan berbagai upaya untuk memperoleh kembali aset produktif terutama melalui lelang agunan.
Kemudian Pemimpin Divisi Kepatuhan tidak optimal dalam melakukan upaya-upaya untuk memastikan bahwa kebijakan, ketentuan, sistem dan prosedur, serta kegiatan usaha telah sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia. Pemimpin Cabang terkait lalai dalam melakukan upaya memperoleh kembali aset produktif yang diberikan, terutama melalui lelang agunan, sebelum mengusulkan hapus buku kredit.
Hasil konfirmasi auditor BPK kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Padang tanggal 28 November 2018 dan penjelasan Kepala Bagian Supervisi dan Restrukturisasi Kredit pada Divisi Penyelamatan Kredit Bank Nagari, diketahui selama tahun 2017 – Juni 2019 terdapat 78 pelaksanaan lelang agunan kredit yang telah diajukan Bank Nagari melalui KPKNL.
Dari perbandingan jumlah kredit non KUR yang dihapus buku dengan jumlah pengajuan lelang ke KPKNL, dapat diketahui bahwa proses hapus buku kredit non KUR yang dilakukan Bank Nagari selama tahun 2018 dan 2019 belum sesuai ketentuan Bank Indonesia maupun Keputusan Direksi Bank Nagari karena tanpa upaya yang optimal untuk pengembalian aset produktif yang diberikan kepada debitur.
Dalam hal ini, kredit non KUR yang dihapus buku selama tahun 2017 – Juni 2019 sebanyak 1.252 rekening kredit sedangkan upaya lelang agunan kredit yang diajukan ke KPKNL hanya 78 agunan, atau sebanyak 6,23%.
Perbedaan signifikan antara jumlah kredit hapus buku dengan pengajuan lelang ke KPKNL serta hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Bank Nagari melakukan penyelesaian agunan kredit umumnya melalui pemberian persetujuan penarikan agunan kredit oleh debitur atau mencari pembeli potensial untuk dilakukan penjualan dengan persetujuan debitur.
Pengendalian yang lemah atas pengelolaan agunan kredit yang telah dihapus buku disebabkan penyelesaian dengan penjualan agunan tidak melibatkan pejabat lelang yang independen.
BPK menyimpulkan kondisi tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, Keputusan Direksi Nomor SK/076/DIR/12-2016 tentang Kebijakan Perkreditan Bank dan Pedoman Pelaksanaan Kredit, dan Keputusan Direksi Nomor SK/76/DIR/12-2016 tanggal 29 Desember 2016 tentang Kebijakan Perkreditan Bank dan Pedoman Pelaksanaan Kredit.