Viral “Orang Tolol Sedunia”, Ahmad Sahroni Dilaporkan ke MKD atas Dugaan Pelanggaran Kode Etik Berat

PenaHarian.com
2 Sep 2025 11:33
3 menit membaca

JAKARTA, – Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Komunitas Pemberantas Korupsi (KPK) Provinsi Sumatera Barat secara resmi melaporkan anggota DPR RI, Ahmad Sahroni ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI. Laporan ini diajukan atas dugaan pelanggaran kode etik berat, menyusul pernyataan Sahroni yang menyebut aspirasi rakyat untuk membubarkan DPR sebagai “mental orang tolol sedunia”.

Menurut Ketua DPW Komunitas Pemberantas Korupsi Sumatera Barat, Darlinsah, S.H., LL.M., pernyataan viral tersebut dinilai telah melukai perasaan dan martabat rakyat. “Ini merupakan penghinaan yang tidak pantas diucapkan oleh seorang pejabat publik,” ujarnya usai menyerahkan laporan di MKD DPR RI, Selasa (2/9/2025).

Dalam laporannya, KPK menduga kuat pernyataan Ahmad Sahroni telah melanggar sejumlah peraturan, di antaranya:

  1. Pasal 28E ayat (3) UUD 1945: LSM KPK berpendapat bahwa pernyataan tersebut bertentangan dengan prinsip demokrasi dan kebebasan berpendapat yang dijamin konstitusi, di mana kritik terhadap lembaga negara merupakan bagian dari hak konstitusional rakyat.
  2. Pasal 81 huruf b Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3: Undang-undang ini mewajibkan anggota DPR untuk menjaga martabat dan kehormatan DPR. LSM KPK menilai ucapan Sahroni yang kasar dan merendahkan telah merusak citra dan marwah DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat.
  3. Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia: Pasal 2 ayat (1) huruf a (Prinsip Integritas): Anggota DPR wajib menjaga sikap, ucapan, dan perilaku yang santun dan bermartabat. LSM KPK menganggap ucapan “mental orang tolol” jelas melanggar prinsip ini karena merendahkan dan menghina pihak lain. Pasal 2 ayat (1) huruf b (Prinsip Kepatutan dan Kesopanan): Anggota DPR dituntut untuk berinteraksi dengan masyarakat secara beradab dan penuh hormat. Diksi yang digunakan oleh Sahroni dinilai tidak mencerminkan sikap seorang wakil rakyat. Pasal 6 ayat (1) dan (4): Pasal ini melarang anggota DPR menggunakan kata-kata yang tidak patut dan merendahkan dalam forum publik, termasuk media. Menurut LSM KPK, pernyataan Sahroni secara sadar dan berulang kali menunjukkan adanya niat dan bukan sekadar “keceplosan.”

Mengingat seriusnya dampak yang ditimbulkan, yaitu kegaduhan publik dan erosi kepercayaan terhadap lembaga legislatif, LSM KPK mendesak kepada Ketua MKD DPR RI untuk segera memproses laporan sesuai prosedur yang berlaku dan menegakkan Kode Etik secara tegas demi menjaga kehormatan Dewan.

LSM KPK berharap MKD dapat bertindak profesional, independen, dan berpihak pada keadilan serta suara rakyat.

Sebagai informasi, lima anggota DPR, termasuk Ahmad Sahroni, telah dinonaktifkan menyusul aksi demo pekan lalu. Namun, perlu dicatat bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 tidak mengenal diksi “penonaktifan,” melainkan mekanisme pemberhentian dan penggantian.

Jika pada akhirnya ada putusan untuk memberhentikan anggota dewan, mekanisme Penggantian Antar Waktu (PAW) dapat digunakan untuk mengisi kekosongan kursi. PAW merupakan prosedur resmi untuk menunjuk pengganti dari partai dan daerah pemilihan yang sama, memastikan kesinambungan representasi politik di parlemen.

Tidak ada komentar untuk ditampilkan.
x