Jakarta, – Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun anggaran 2016 mengungkap fakta mengejutkan terkait penatausahaan piutang Bukan Pajak pada Ditjen PHPL dan Sekretariat Jenderal belum tertib. Dalam neraca per 31 Desember 2016, piutang sebesar Rp62.613.491.024,60 tidak diyakini kebenaran pencatatannya.
Berdasarkan konfirmasi BPK atas piutang yang dikelola oleh Dinas Kehutanan dan Ditjen PHPL tahun 2010 hingga 2016, sejumlah temuan signifikan terungkap:
1. Surat konfirmasi kepada PT Tribuana Selatan Raya senilai Rp9.331.316.101,00 telah dibalas dan diakui mempunyai piutang kepada Kementerian LHK sesuai nilai yang dikonfirmasi.
2. Surat konfirmasi kepada PT Utama Mandiri Sesayap (UMS) senilai Rp2.624.787.216,68 telah dibalas dengan menyatakan telah membayar sebesar Rp366.597.195,00 dan sisanya sebesar Rp2.258.190.022,50 tidak diakui sebagai kewajiban PT UMS namun sebagai kewajiban perusahaan lain.
3. Surat konfirmasi kepada PT Mahakam Sumber Jaya telah dibalas dengan menyatakan tidak mempunyai piutang PSDH DR kepada Kementerian LHK sebesar Rp2.674.274.159,54 karena sudah melunasinya pada tahun 2011.
4. Surat konfirmasi piutang senilai Rp27.574.322.815,10 kepada enam wajib bayar,
yaitu PT Surya Indah Timur, PT Benua Indah, PT Tawang Meranti, PT Nusantara Abadi Jayaland, PT Wana Bangun Agung, dan PT Indominco Mandiri, dikembalikan kepada tim pemeriksa dengan alasan perusahaan sudah pindah atau alamat tidak dikenal yang terdiri dari, piutang PSDH Rp18.910.871.994,70, piutang IUPH sebesar Rp5.276.250.000,00 dan piutang DR USD252.098,90 (atau senilai Rp3.387.200.820,40 dihitung dengan kurs Rp13.436,00).
5. Surat konfirmasi piutang senilai Rp30.106.704.028,28 kepada tiga wajib bayar
yaitu PT Barito Pacifik, PT Batasan, dan PT Global Green tidak memberikan jawaban atas surat konfirmasi piutang yang terdiri dari piutang PSDH sebesar Rp1.610.947.275,00, piutang IUPH sebesar Rp13.024.680.000,00, piutang DR sebesar USD1.151.464,48 (atau senilai Rp15.471.076.753,28 dihitung dengan kurs Rp13.436,00).
Sampai berakhirnya pemeriksaan lapangan, dari nilai piutang yang dikonfirmasi sebesar Rp72.311.404.320,60, telah dibalas dan diakui mempunyai piutang kepada Kementerian LHK senilai Rp9.697.913.296,00. Sedangkan sisanya sebesar
Rp62.613.491.024,60 tidak diyakini kebenaran pengakuan piutang karena data piutang hanya berupa daftar rekapitulasi piutang atau LGRPIK sebesar Rp41.963.096.843,38 dan berupa Surat Perintah Pembayaran senilai Rp17.976.120.021,68 ditambah pengakuan pelunasan piutang sebesar Rp2.674.274.159,54.
Hal tersebut tidak sesuai dengan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), PMK Nomor 201/PMK/06/2010, dan Perdirjen Perbendaharaan Nomor Per-85/PB/2011.
Permasalahan ini disebabkan SOTK Kementerian LHK belum menetapkan unit kerja yang bertanggung jawab melakukan penatausahaan piutang PNBP Kehutanan secara komprehensif, belum adanya SOP pengelolaan piutang PNBP Kehutanan termasuk kebijakan rekonsiliasi piutang, dan belum terdapat mekanisme yang melakukan monitoring ketepatan pembayaran oleh seluruh wajib bayar.
Atas permasalahan tersebut, Menteri LHK dhi. Dirjen PHPL dan Sekretaris Jenderal sependapat dengan temuan BPK dan menindaklanjuti dengan meningkatkan implementasi rekonsiliasi dalam rangka memutakhirkan data piutang PNBP, serta menunjuk unit kerja yang bertanggung jawab penuh atas pengelolaan PNBP dan piutang PNBP.
BPK RI merekomendasikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar menginstruksikan Eselon I terkait agar menetapkan unit kerja yang bertanggung jawab penuh atas pengelolaan PNBP dan Piutang PNBP dalam SOTK KLHK untuk menelusuri kebenaran pencatatan piutang, menetapkan kebijakan rekonsiliasi piutang dan SOP sebagai acuan implementasi kebijakan pengelolaan piutang PNBP Kehutanan, dan menyiapkan mekanisme monitoring ketepatan pembayaran PNBP Kehutanan oleh wajib bayar.
Upaya konfirmasi untuk mendapatkan tanggapan dari Menteri KLHK, Siti Nurbaya, melalui pesan WhatsApp terkait tindaklanjut temuan tersebut belum membuahkan hasil hingga berita ini diterbitkan.