Jakarta, – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan potensi kehilangan penerimaan negara mencapai Rp871,49 miliar akibat pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Dana Kompensasi Penggunaan Tenaga Kerja Asing (DKPTKA) yang dinilai belum memadai di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Dalam laporan hasil pemeriksaan tahun 2023, BPK menyoroti dua persoalan besar.
Pertama, Kemnaker tidak mengenakan sanksi denda atas pelanggaran penggunaan tenaga kerja asing (TKA) dengan potensi kerugian negara minimal sebesar Rp4,41 miliar.Padahal, aturan mengenai sanksi tersebut sudah tertuang dalam Permenaker Nomor 8 Tahun 2021. Namun hingga kini, denda belum pernah diterapkan.
BPK mencatat belum adanya rekening khusus untuk penyetoran denda serta lemahnya koordinasi antara Direktorat PPTKA dengan Ditjen Binwasnaker dan K3. Akibatnya, berbagai pelanggaran seperti penggunaan TKA tanpa RPTKA dan keterlambatan pengesahan RPTKA tidak mendapatkan sanksi sebagaimana mestinya.
Kedua, koordinasi antara Kemnaker dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dinilai tidak optimal, khususnya terkait penggunaan visa kunjungan indeks B211B oleh warga negara asing (WNA).
Data Ditjen Imigrasi mencatat terdapat 183.498 visa yang terbit pada 2023. Jika visa tersebut digunakan untuk bekerja, maka potensi penerimaan DKPTKA yang hilang diperkirakan mencapai US$55,04 juta atau setara Rp867,08 miliar.
Hal ini terjadi karena WNA yang bekerja dengan visa tersebut tidak tercatat dalam sistem perizinan tenaga kerja asing Kemnaker.
BPK menegaskan, kelemahan ini bersumber dari belum optimalnya pengawasan dan penegakan sanksi oleh Kemnaker serta lemahnya koordinasi lintas kementerian dalam pengendalian tenaga kerja asing di Indonesia.
Hingga berita ini diturunkan, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli yang dikonfirmasi PenaHarian.com melalui pesan WhatsApp belum memberikan tanggapan.