Gugatan yang diajukan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menimbulkan beragam tanggapan di kalangan elite politik dan masyarakat umum. Namun, menurut pandangan Profesor Abdul Latif, Guru Besar Ilmu Hukum FH Unkris, gugatan ini merupakan langkah yang tidak terkait dengan tahapan proses pemilu hingga penetapan Presiden dan Wakil Presiden terpilih.
Profesor Abdul Latif menjelaskan bahwa gugatan PDIP merupakan sengketa terkait tindakan pemerintahan atau pejabat penyelenggara negara dalam penyelenggaraan pemilu yang dilakukan oleh KPU pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2024. Objek gugatan tersebut adalah dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh KPU sebagai organ negara atau pejabat pemerintahan.
Menurutnya, gugatan ini tidak berkaitan dengan proses pemilu atau penetapan Presiden dan Wakil Presiden terpilih oleh KPU. Hal ini dikarenakan putusan DKPP pada tanggal 5 Februari 2024 menemukan bahwa KPU telah melanggar kode etik dan peraturan perundang-undangan dalam proses pemilu, yang menjadi dasar bagi PDIP untuk mengajukan gugatan.
Meskipun ada pertanyaan dari masyarakat mengenai keterlambatan pengajuan gugatan setelah pemilu berakhir, Profesor Abdul Latif menjelaskan bahwa gugatan tersebut telah diajukan sesuai dengan tenggang waktu yang ditetapkan oleh peraturan hukum. Gugatan ini tidak memerlukan upaya administratif sebelum diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Profesor Abdul Latif juga menyoroti bahwa gugatan PDIP tidak terkait dengan pasangan calon presiden dan wakil presiden serta proses tahapan pemilu yang telah berakhir. Objek gugatan ini adalah tindakan pemerintahan terkait penerimaan dan pelolosan calon wakil presiden yang tidak memenuhi syarat usia minimum 40 tahun, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Pandangan Profesor Abdul Latif memberikan pemahaman yang lebih dalam mengenai substansi gugatan PDIP terhadap KPU, menekankan aspek hukum yang terkait dalam kasus ini.