Harus Dikaji Ulang, Dr Zulfikri Toguan Ungkap Dampak Hukum Pembekuan 4000 Developer

PenaHarian.com
8 Feb 2025 18:47
3 menit membaca

Pekanbaru, – Dalam sebuah perkembangan terbaru di dunia bisnis perumahan, 4000 pengembang telah dicap nakal karena gagal menyerahkan sertifikat dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) kepada konsumen pada tahun 2019, seperti yang dilaporkan oleh Kompas pada 4 Februari 2025. Pemerintah berencana untuk membekukan pengembang nakal ini, namun Dewan Pengurus Pusat Real Estate Indonesia (DPP REI) mengimbau agar keputusan tersebut dikaji ulang, dengan alasan bahwa masalah ini tidak sepenuhnya merupakan kesalahan pengembang.

Menurut Zulfikri Toguan, seorang advokat dan konsultan hukum bisnis properti, pengembang yang gagal menyerahkan sertifikat dan IMB menghadapi beberapa implikasi hukum yang serius. Hal ini juga berdampak besar pada konsumen dan lembaga perbankan.

Dampak bagi Pengembang

Bagi pengembang, kegagalan dalam menyerahkan sertifikat dan IMB dapat menyebabkan penundaan dalam pencairan kredit, terutama jika bank sebagai pemberi fasilitas KPR mensyaratkan dokumen-dokumen tersebut. Selain itu, pengembang dapat dianggap melanggar kontrak jika kewajiban penyerahan dokumen tersebut tercantum dalam perjanjian dengan pembeli atau bank, yang berpotensi mengarah pada tuntutan hukum atau sanksi lainnya. Tidak hanya itu, reputasi buruk akibat ketidakmampuan dalam menyerahkan dokumen tersebut dapat merugikan pengembang dalam proyek-proyek di masa depan.

Dampak bagi Pembeli

Bagi pembeli rumah, ketidakadaan sertifikat dan IMB menyebabkan ketidakpastian status hukum rumah yang dibeli. Pembeli juga akan menghadapi kesulitan jika ingin menjual kembali rumah tersebut di kemudian hari. Selain itu, mereka juga berisiko menghadapi masalah hukum jika bangunan tersebut tidak memenuhi persyaratan IMB atau berdiri di atas lahan yang bermasalah.

Dampak bagi Bank

Bagi perbankan, kegagalan pengembang dalam menyerahkan sertifikat dan IMB juga membawa risiko, terutama risiko kredit macet. Bank bisa terpengaruh secara reputasi jika terjadi sengketa terkait status hukum rumah yang dibeli oleh konsumen. Meskipun perbankan dapat menggunakan covernote notaris, PPJB, dan Perjanjian Kerjasama (PKS) sebagai dasar untuk memberikan fasilitas KPR, hal ini tetap memunculkan risiko yang cukup besar.

Solusi dan Langkah Korektif

Zulfikri Toguan menyarankan agar para pihak terkait – pengembang, konsumen, dan bank – memperkuat komunikasi untuk mencari solusi terbaik. Investigasi terhadap penyebab keterlambatan dan kegagalan penyerahan sertifikat dan IMB perlu dilakukan, dan pengembang harus mengambil tindakan korektif untuk mengatasi masalah perizinan dan administrasi. Jika diperlukan, mediasi bisa menjadi jalur untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.

Jika langkah-langkah ini tidak membuahkan hasil, maka penyelesaian melalui jalur hukum, dengan mengacu pada perjanjian yang telah disepakati, dapat menjadi pilihan terakhir.

Pentingnya Perlindungan Konsumen

Zulfikri Toguan juga menekankan pentingnya perlindungan terhadap konsumen, yang berhak mendapatkan informasi yang jelas dan transparan mengenai status hukum rumah yang dibeli. Pemerintah, di sisi lain, memiliki peran yang sangat penting dalam mengawasi proses perizinan dan memastikan bahwa perusahaan perumahan mematuhi regulasi yang berlaku.

Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, diharapkan tidak ada lagi ketimpangan dalam penyerahan sertifikat dan IMB, serta tercipta sistem yang lebih transparan dan aman bagi semua pihak.

Tidak ada komentar untuk ditampilkan.