Gubernur Sumbar Belum Copot Kepala Sekolah Diduga Tak Penuhi Syarat, Eks Hakim Tipikor Sebut Bisa Jadi Korupsi

PenaHarian.com
25 Okt 2025 16:28
2 menit membaca

Padang, – Permasalahan pengangkatan kepala sekolah di salah satu sekolah tingkat SLTA di Sumatera Barat yang diduga tidak memenuhi syarat substantif jabatan terus menjadi sorotan publik.

Pasalnya, sejak Desember 2021 sekolah tersebut dipimpin oleh seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diduga pernah dijatuhi hukuman disiplin berat tahun 2016 lalu berupa penurunan jabatan satu tingkat lebih rendah.

Padahal, dalam Permendikbud Nomor 6 Tahun 2018 Pasal 2 ayat (1) huruf h secara tegas menyebutkan bahwa seseorang yang pernah dijatuhi hukuman disiplin sedang atau berat tidak dapat diangkat menjadi kepala sekolah. Namun, pada Desember 2021, yang bersangkutan justru diangkat melalui keputusan Gubernur Sumatera Barat.

Kasus ini terungkap setelah adanya laporan masyarakat yang ditindaklanjuti oleh Inspektorat Provinsi Sumatera Barat. Hasil pemeriksaan membuktikan bahwa benar terdapat sanksi disiplin berat pada tahun 2016 terhadap pejabat tersebut.

Berdasarkan temuan itu, pada Mei 2024 Gubernur Sumatera Barat telah memerintahkan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) untuk memberhentikan yang bersangkutan dari jabatannya, namun hingga kini alasan Disdik Sumbar dan BKD Sumbar pemberhentian masih menunggu persetujuan Kemendikdasmen dan BKN.

Sementara itu, Sekjen Kemendikdasmen, Suharti, menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak perlu meminta persetujuan Kemendikdasmen untuk memberhentikan kepala sekolah. Ia menjelaskan, jabatan kepala sekolah merupakan bagian dari aparatur sipil negara (ASN) di bawah kewenangan pemerintah daerah.

“Kepala sekolah adalah pegawai Pemda. Proses langsung dari Pemda ke BKN, bukan ke Kemendikdasmen,” ujar Suharti kepada PenaHarian.com, Jumat (24/10/2025) kemarin.

Suharti menegaskan bahwa dalam Permendikdasmen Nomor 7 Tahun 2025 syarat jadi Kepala Sekolah salah satunyanya tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin berat.

Menanggapi hal ini, Prof. Dr. Abdul Latif, S.H., M.Hum, mantan Hakim Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi Mahkamah Agung selama 11 tahun, memberikan pandangan hukum yang tegas.

Menurut Prof. Abdul Latif, kedudukan hukum pejabat yang diangkat dalam jabatan tertentu tetapi tidak memenuhi syarat sebagaimana ditetapkan dalam peraturan atau keputusan menteri adalah tidak sah menurut hukum tata usaha negara.

“SK pengangkatan pejabat yang bersangkutan tidak memenuhi syarat karena yang bersangkutan pernah dijatuhi hukuman disiplin berat dengan jenis hukuman penurunan pangkat satu tingkat lebih rendah dari pangkat yang dimiliki,” ujar Prof. Abdul Latif saat diminta pendapatnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa akibat hukum dari pengangkatan seseorang yang tidak memenuhi syarat jabatan tersebut adalah bahwa jabatan yang disandang menjadi tidak sah.

“Konsekuensinya, apabila pejabat tersebut menerima tunjangan atau menggunakan keuangan negara atas dasar jabatan yang tidak sah, maka hal itu menimbulkan kerugian keuangan negara dan dapat dikualifikasi sebagai tindak pidana korupsi,” tegasnya.

(Ari Hendriko)

Tidak ada komentar untuk ditampilkan.
x