Jakarta — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai makin kehilangan tajinya sebagai garda terdepan pemberantasan korupsi, setelah terbukti menyatakan laporan laporan dugaan korupsi senilai Rp1,5 triliun dalam program bantuan kuota internet Kemendikbudristek tahun 2021 “tidak memenuhi syarat”, padahal laporan tersebut telah dilampiri LHP resmi dari BPK.
Sikap KPK ini menuai kecaman keras dari pelapor Darlinsah, S.H., LL.M., “kami sangat kecewa, lembaga yang tugas khusus memberantas korupsi, malah seolah-olah membebankan pembuktikan kepada pelapor”, tegas alumni Asean University Internasional Malaysia itu.
Laporan awal dilayangkan oleh Darlinsah, S.H., LL.M atas nama Komunitas Pemberantas Korupsi pada November 2024. Laporan disusun berdasarkan data dukung temuan resmi LHP BPK serta uraian kronologis. Namun, KPK justru memberikan tanggapan mengecewakan melalui Surat Nomor: R/5937/PM.00.00/30-35/12/2024, yang menyatakan bahwa laporan tersebut belum memenuhi persyaratan sebagaimana mestinya.
Sebagai respons, Darlinsah, S.H., LL.M, yang juga dikenal sebagai jurnalis antikorupsi, melayangkan surat keberatan resmi kepada Ketua KPK RI pada 12 Juli 2025. Dalam keterangannya, Darlinsah menegaskan bahwa laporan tersebut telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2018 tentang Peran Serta Masyarakat dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan tidak semestinya dinyatakan KPK tidak memenuhi syarat secara administratif.
“Identitas pelapor jelas, laporan disusun berdasarkan dokumen valid LHP BPK yang menjadi alat bukti awal pemborosan anggaran. Sikap KPK dengan alasan formil sangat tidak berdasar,” ujar Darlinsah di Jakarta, Jumat (12/7/2025).
Dua pekan setelah surat keberatan itu dikirimkan, KPK baru menyampaikan ke media bahwa kasus dugaan korupsi kuota internet tersebut tengah dalam proses penyelidikan.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyampaikan pernyataan tersebut pada Sabtu, 27 Juli 2025, yang dinilai sebagai reaksi pasif terhadap tekanan publik, bukan sebagai inisiatif yang progresif dalam penegakan hukum.
Meski demikian, Komunitas Pemberantas Korupsi tetap menilai KPK bersikap lamban, tertutup, dan tidak akuntabel, sehingga langkah lanjutan kembali diambil dengan mengajukan permohonan Rapat Dengar Pendapat (RDP) kepada Komisi III DPR RI pada Rabu, 30 Juli 2025.
“Kami ingin menghadirkan kontrol publik secara konstitusional melalui DPR RI. Laporan yang menyangkut anggaran triliunan rupiah dan menyasar sektor pendidikan mestinya menjadi prioritas penindakan,” kata Darlinsah.
Menyikapi hal tersebut, Prof. Dr. Abdul Latif, S.H., M.Hum, mantan Hakim Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi Mahkamah Agung selama 11 tahun, angkat bicara. Ia menegaskan bahwa tidak ada alasan hukum bagi KPK untuk menyatakan laporan tersebut tidak memenuhi syarat, karena laporan dilampirkan dengan salinan LHP BPK.
“LHP BPK merupakan temuan adanya dugaan perbuatan melawan hukum, karena pada prinsipnya menurut hukum tidak mungkin adanya temuan dari LHP BPK berupa kerugian keuangan negara, tanpa adanya pelanggaran hukum atau peraturan perundang undangan” kata Prof. Abdul Latif.
“LHP BPK merupakan alat petunjuk awal yang sah secara hukum. Bila sudah dilampirkan, maka KPK wajib menindaklanjuti, bukan menyatakan tidak memenuhi syarat. Itu tugas KPK sebagai lembaga penegak hukum,” tegas Prof. Abdul Latif.
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa LHP BPK seharusnya menjadi landasan awal penyelidikan dan bukan justru diabaikan. Menurutnya, KPK tidak dalam kapasitas untuk membebankan pembuktian awal kepada pelapor dari masyarakat sipil.
“KPK memiliki kewajiban hukum untuk menyelidiki setiap dugaan korupsi yang didukung data dan audit resmi lembaga negara. Bukan malah meminta pelapor untuk membuktikan lebih lanjut. Itu fungsi penyelidik dan penyidik, bukan masyarakat,” terang Prof. Abdul Latif.
Kritik keras Komunitas Pemberantas Korupsi kini menjadi perhatian serius publik. Mereka menyatakan siap menempuh jalur hukum lanjutan bila upaya RDP tidak membuahkan hasil konkret dari Komisi III DPR RI maupun KPK.
“Jika langkah ini tidak ditindaklanjuti secara serius, kami akan ajukan gugatan hukum ke pengadilan terhadap KPK karena telah lalai menjalankan tugasnya,” tegas Darlinsah.