Pekanbaru, – Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK tahun anggaran 2011 pada Pemprov Riau menemukan persoalan signifikan yaitu pembayaran pekerjaan yang tidak dilaksanakan Pengadaan Peralatan Venues dan Peralatan Tanding 39 Cabang Olahraga PON XVIII berindikasi merugikan keuangan daerah sebesar Rp16,7 miliar lebih
Sebagaimana diketahui pada Tahun 2011, Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Riau merencanakan Kegiatan Pengadaan Peralatan Venues dan Peralatan Tanding 39 Cabang Olahraga PON XVIII yang pembiayannya menggunakan dua tahun anggaran sesuai Nota Kesepakatan antara Pemerintah Provinsi Riau dan DPRD Provinsi Riau Tanggal 26 Agustus 2011 tentang Pengikatan Dana Anggaran Kegiatan Tahun Jamak Untuk Pembangunan Venues Pada Kegiatan PON XVIII Tahun 2012 Di Provinsi Riau. Dalam MoU tersebut diatur pagu anggaran Tahun 2011 sebesar Rp16.861.475.178,00 dan Tahun 2012 sebesar Rp48.138.524.822,00.
Pekerjaan tersebut dilaksanakan oleh PT Orindo Prima (PT. OP) dengan Kontrak Induk tanggal 9 Desember 2011 senilai Rp64.490.428.000,00, jangka waktu pelaksanaan pekerjaan selama 209 hari kalender terhitung mulai tanggal 9 Desember 2011 s.d 5 Juli 2012. Untuk pelakanaan pekerjaan setiap tahunnya, kontrak induk tersebut dijabarkan kedalam kontrak anak.
Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK atas dokumen kontrak dan konfirmasi dengan Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Riau, diketahui hal-hal sebagai berikut:
a. Paket pekerjaan berupa pengadaan peralatan olahraga secara tahun jamak tidak diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
b. Sesuai ketentuan kontrak, PT OP membutuhkan waktu selama 14 minggu untuk dapat memenuhi pengadaan alat olah raga tersebut karena diimpor dari Eropa yang membutuhkan waktu 10 minggu, dari Amerika selama 14 minggu, dan dari Asia selama 7 minggu.
Berdasarkan Laporan Penyelesaian Progress Pekerjaan PT OP tanggal 22 Desember 2011 (2 minggu setelah tanggal kontrak 9 Desember 2011) diketahui bahwa barang-barang dari luar negeri tersebut telah diprestasikan, sehingga disetujui Berita Acara Persetujuan Pembayaran tanggal 22 Desember 2011. Dengan demikian, laporan penyelesaian pekerjaan tersebut diragukan kebenaran dan kewajarannya karena tidak sesuai dengan waktu yang diperlukan PT OP untuk mengimpor barang tersebut dari luar negeri sesuai ketentuan kontrak.
c. Atas dasar Laporan Penyelesaian dan Berita Acara yang tidak senyatanya tersebut, Dinas Pemuda dan Olah Raga membayarkan klaim penyelesaian pekerjaan kepada PT OP sebesar Rp16.741.715.108,80.
Berdasarkan cek fisik atas pengadaan barang di tempat penyimpanan Sekretariat PABBSI diketahui bahwa barang tersebut tidak ada. Hasil konfirmasi kepada PPTK dan Panitia Pemeriksa Barang, diketahui bahwa barang alat olah raga tersebut masih berada di gudang PT Orindo Prima di Jakarta dan belum dikirim ke Pekanbaru untuk diserahkan ke masing-masing pengurus cabang olah raga sebagaimana tercantum dalam BAPP.
Sesuai ketentuan, barang diakui sebagai prestasi pekerjaan apabila telah dilakukan pemeriksaan oleh pihak yang berwenang terhadap seluruh barang baik dari segi kuantitas maupun kualitas serta telah diterima oleh Panitia Pemeriksa Hasil Pengadaan di Pekanbaru (Franko Pembeli).
Terkait franko pembeli ini dinyatakan dalam Metode Pelaksaan dan Syarat-Syarat Umum Kontrak. Sampai dengan pemeriksaan BPK berakhir tidak ada barang yang dikirim ke Pekanbaru oleh PT Orindo Prima.
Hal tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
BPK menyimpulkan pekerjaan tersebut mengakibatkan pembayaran sebesar Rp16.741.715.108,80 berindikasi merugikan keuangan daerah dan realisasi belanja tidak menggambarkan kondisi senyatanya. Masalah ini disebabkan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga selaku Kuasa Pengguna Anggaran lemah dalam melakukan pengendalian dan pengawasan atas kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya, PPK, PPTK, dan Panitia Penerima Hasil Pekerjaan Dinas Pemuda dan Olahraga tidak melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya, dan rekanan yang melaksanakan kegiatan mengajukan tagihan atas pembayaran pekerjaan tidak sesuai dengan prestasi yang telah dikerjakan.