Padang, — Dinas Pendidikan Sumatera Barat dinilai tidak transparan dalam proses pemberhentian Kepala SMKN 1 Tanjung Raya, Kabupaten Agam. Kepala Bidang Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Disdik Sumbar, Monika Nur, menolak memberikan keterangan jelas terkait kapan usulan pemberhentian kepala sekolah itu melalui aplikasi ke Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) serta Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Tidak hanya itu, Monika juga tidak bersedia memperlihatkan surat usulan pemberhentian ketika diminta oleh wartawan. “Kita pakai aplikasi sekarang, jadi bukan lagi pakai surat manual. Kurang tahu (berapa lama prosesnya di Kemendikdasmen dan BKN), ini perdana kita pakai sistem,” ujar Monika, Selasa (21/10/2025).
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Sumbar, Habibul Fuadi, yang sebelumnya dikonfirmasi terkait hal tersebut, beralasan sedang berada di luar daerah. “Kita sedang dinas luar. Coba kontak kabid,” ujarnya singkat.
Sikap tertutup tersebut menimbulkan tanda tanya besar, sebab menurut informasi dari BKN, proses administrasi pemberhentian pejabat melalui sistem kepegawaian tidak membutuhkan waktu lama. Bila persyaratan sudah lengkap, BKN hanya membutuhkan waktu maksimal lima hari untuk memprosesnya.
Artinya, jika usulan dari Disdik Sumbar sudah dikirim sesuai ketentuan, seharusnya keputusan pemberhentian Kepala SMKN 1 Tanjung Raya sudah dapat diterbitkan. Namun hingga kini, Disdik Sumbar tidak memberikan penjelasan kapan berkas itu benar-benar dikirim ke sistem.
Kewenangan Pemda, Bukan Kementerian
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Suharti, menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak perlu menunggu persetujuan dari kementerian untuk memberhentikan kepala sekolah.
“Kepala sekolah adalah pegawai Pemda. Proses langsung dari Pemda ke BKN, bukan ke Kemendikdasmen,” kata Suharti kepada PenaHarian.com, Jumat (24/10/2025).
Pernyataan ini menegaskan bahwa kewenangan penuh pemberhentian Kepala SMKN 1 Tanjung Raya berada di tangan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, tanpa perlu menunggu lampu hijau dari kementerian.
Namun sebelumnya, Kepala BKD Sumbar Fitriati M justru menyebut bahwa pihaknya masih menunggu persetujuan dari Kemendikdasmen dan BKN untuk menerbitkan surat keputusan (SK) pemberhentian.
“Menunggu persetujuan dari Kemdikdasmen dan BKN. Setelah itu baru kita terbitkan SK pemberhentiannya,” kata Fitriati, Kamis (23/10/2025).
Latar Belakang Kasus dan Perintah Gubernur
Kasus ini bermula dari dugaan pelanggaran administrasi dalam pengangkatan Kepala SMKN 1 Tanjung Raya. Pejabat yang bersangkutan diduga pernah dijatuhi hukuman disiplin berat berupa penurunan jabatan satu tingkat lebih rendah berdasarkan Keputusan Bupati Agam Nomor 863.3/07/BKD/2016 tertanggal 2 Mei 2016.
Namun, pada 10 Desember 2021, pejabat tersebut justru diangkat sebagai Kepala SMKN 1 Tanjung Raya melalui Keputusan Gubernur Sumatera Barat Nomor 821/6229/BKD-2021, yang jelas bertentangan dengan Pasal 2 ayat (1) huruf h Permendikbud Nomor 6 Tahun 2018.
Temuan pelanggaran ini diungkap oleh Inspektorat Daerah Provinsi Sumatera Barat, yang kemudian mendorong Gubernur Mahyeldi mengeluarkan surat perintah Nomor 700/958/Insp-Irban.V/2024 tertanggal 22 Mei 2024 agar BKD meninjau ulang keputusan pengangkatan tersebut.
BKD pun menindaklanjutinya dengan surat Nomor 800/3619/IV/BKD-2024 tanggal 31 Mei 2024 kepada Disdik Sumbar agar segera meninjau ulang jabatan kepala sekolah itu dan mengembalikannya ke jabatan fungsional guru.
Tak Ada Lagi Alasan Menunda
Setelah sempat tertunda dengan alasan keterikatan program SMK Pusat Keunggulan (SMK PK), BKD kembali menegaskan melalui surat Nomor 800/6642/IV/BKD-2025 tertanggal 17 September 2025 bahwa masa pelaksanaan program SMK PK di SMKN 1 Tanjung Raya telah berakhir sejak Desember 2024.
Dengan berakhirnya program tersebut, tidak ada lagi alasan bagi Disdik Sumbar untuk menunda pelaksanaan perintah gubernur.
Namun hingga kini, proses pemberhentian Kepala SMKN 1 Tanjung Raya masih belum tuntas. Minimnya keterbukaan informasi dari Disdik Sumbar, terutama dari Kabid GTK Monika Nur yang menolak menunjukkan surat dan tidak mengungkap tanggal pengiriman berkas ke BKN, memunculkan dugaan adanya upaya memperlambat atau menutupi proses pemberhentian.