
Jakarta, 8 Oktober 2025 –Guru Besar Ilmu Hukum pada Program Studi Doktor Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Jayabaya Jakarta, Prof. Dr. Abdul Latif, S.H., M.Hum., menegaskan bahwa audit forensik memiliki peran strategis dalam mendeteksi dan mencegah tindak pidana korupsi di tubuh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Hal itu disampaikannya dalam sesi keynote speech pada Workshop Nasional bertema “Audit Forensik dan Deteksi Korupsi pada Korporasi BUMN/BUMD dan Anak Usaha” yang diselenggarakan oleh Lembaga Kebijakan Nasional (LEMIKNAS) di Hotel Asyana Kemayoran, Jakarta.
Dalam paparannya, Prof. Latif menjelaskan bahwa audit forensik merupakan proses investigatif mendalam terhadap laporan keuangan untuk menemukan indikasi penyimpangan, kecurangan, atau penyalahgunaan dana. Menurutnya, pendekatan forensik yang berbasis digital audit—dengan dukungan teknologi seperti AI, machine learning, dan blockchain—akan memperkuat kemampuan auditor dalam mengungkap praktik korupsi yang tersembunyi di korporasi pelat merah.
“Audit forensik tidak hanya bertujuan mendeteksi korupsi, tetapi juga membangun sistem pencegahan yang berkelanjutan agar tata kelola BUMN semakin transparan dan akuntabel,” ujar Prof. Latif di hadapan peserta workshop yang dihadiri unsur BPKP, Kejaksaan Agung, KPK, serta perwakilan BUMN/BUMD.
Lebih lanjut, Prof. Latif yang juga Ketua Program Studi Doktor Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Jayabaya ini menyoroti perubahan status hukum Direksi dan Komisaris BUMN berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 yang menyatakan bahwa pejabat BUMN tidak lagi dikategorikan sebagai penyelenggara negara. Ia mengingatkan bahwa meskipun status tersebut berubah, pertanggungjawaban pidana atas tindak korupsi tetap berlaku.
“Pasal-pasal dalam UU Tipikor tetap dapat menjerat setiap orang yang melakukan korupsi, termasuk Direksi dan Komisaris BUMN. Penghapusan status penyelenggara negara tidak boleh dimaknai sebagai pelemahan penegakan hukum,” tegasnya.
Prof. Latif juga menyoroti munculnya Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara sebagai lembaga baru pengelola BUMN. Ia menilai kehadiran badan tersebut harus menjadi momentum untuk memperkuat akuntabilitas dan transparansi keuangan negara, bukan justru menimbulkan konflik norma atau ketidakpastian hukum.
Menurutnya, koordinasi antara Kementerian BUMN, KPK, dan BPKP menjadi kunci agar perubahan regulasi tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang ingin mengaburkan tanggung jawab hukum atas kerugian negara.
Workshop nasional yang diselenggarakan LEMIKNAS tersebut bertujuan meningkatkan pemahaman kalangan akademisi, auditor, dan aparat penegak hukum terhadap mekanisme audit forensik dan deteksi korupsi di sektor korporasi negara.
Di akhir pemaparannya, Prof. Latif menegaskan bahwa pencegahan korupsi di BUMN tidak cukup hanya dengan regulasi, tetapi membutuhkan integritas, kolaborasi antar-lembaga, dan pengawasan publik yang kuat.
“Audit forensik bukan sekadar instrumen teknis, tetapi bagian dari komitmen moral bangsa untuk menjaga uang negara dari penyalahgunaan,” pungkasnya.