Padang – DPRD Kota Padang menyoroti rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025 yang dinilai masih terlalu besar porsinya untuk belanja pegawai. Ketua DPRD Padang, Muharlion, menyampaikan bahwa pos tersebut mencapai 45 persen dari total anggaran, jauh di atas batas maksimal 30 persen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).
Menurut Muharlion, ketentuan UU HKPD baru akan berlaku penuh mulai 2027, namun masa transisi lima tahun hampir berakhir sehingga pemerintah kota perlu melakukan penyesuaian sejak sekarang. “Ini bukan sekadar pilihan, tapi kewajiban yang harus ditaati. Kalau tidak dipersiapkan dari sekarang, Padang akan menghadapi kesulitan besar,” ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (22/7/2025).
Ia menjelaskan tekanan belanja pegawai semakin berat seiring pengangkatan 4.899 Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahun ini. Kondisi tersebut membuat ruang fiskal daerah semakin sempit, sementara alokasi belanja wajib seperti infrastruktur 40 persen, pendidikan 20 persen, dan kesehatan 10 persen tetap harus terpenuhi.
Muharlion hadir bersama Ketua Fraksi PKS Rafdi serta dua anggota fraksi lainnya, Ja’far dan Gufron. Dalam kesempatan itu, ia menegaskan bahwa Pemerintah Kota Padang memiliki dua pilihan, yakni menekan pengeluaran atau mendorong peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Salah satu langkah yang kerap dibahas adalah pengurangan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP). Namun, Muharlion menilai langkah ini tidak ideal. “Sekalipun TPP dihapus, belanja pegawai tetap tidak bisa turun sampai 30 persen. Jadi bukan solusi yang tepat,” katanya.
Ia menyebutkan bahwa target PAD tahun 2026 yang diajukan wali kota sebesar Rp1,05 triliun masih lebih rendah dibanding potensi riil. Berdasarkan kajian Fraksi PKS, PAD Padang sebenarnya bisa mencapai Rp1,3 triliun jika potensi digarap serius. Optimisme ini muncul meski realisasi PAD 2024 hanya Rp616,08 miliar atau 87,27 persen dari target Rp706 miliar, sementara pada 2023 mencapai Rp658,72 miliar.
Muharlion mengingatkan bahwa Fraksi PKS sejak Pilkada 2018 telah memproyeksikan PAD Padang dapat menembus Rp1 triliun, meski target itu sempat direvisi akibat pandemi Covid-19. Saat ini, menurutnya, peluang peningkatan PAD masih sangat besar, namun belum tergarap optimal oleh Pemko dan 15 Organisasi Perangkat Daerah penghasil PAD. Ia mencontohkan sektor parkir tepi jalan dengan 500 titik yang berpotensi menghasilkan Rp18,25 miliar per tahun jika dikelola maksimal, jauh di atas realisasi saat ini yang hanya Rp7 miliar. “Jalan itu milik negara, petugas parkir kita tempatkan di sana, dan uangnya dari masyarakat. Masak kita biarkan menguap begitu saja?” ujarnya.
Selain sektor parkir, Muharlion juga menyoroti kebijakan opsen pajak kendaraan bermotor yang kini memberikan 66 persen porsi bagi hasil ke pemerintah kota/kabupaten. Dengan aturan baru tersebut, potensi penerimaan bisa meningkat dari Rp100 miliar menjadi Rp187 miliar per tahun. Ia mengapresiasi kebijakan wali kota yang mewajibkan kendaraan pegawai terdaftar di Padang dan mengaitkannya dengan pembayaran TPP.
Potensi lain yang disebut dapat mendongkrak PAD ialah pengelolaan sampah berbasis kelurahan melalui Lembaga Pengelola Sampah (LPS), serta optimalisasi pajak hotel dan restoran. Untuk meminimalisir kebocoran, Muharlion mendorong pemerintah kota segera memperkuat sistem digitalisasi dan transaksi non-tunai dalam pemungutan pajak daerah.
Ia menegaskan, keseimbangan APBD hanya dapat dicapai jika PAD benar-benar digarap dengan serius. “Kalau PAD bisa ditingkatkan, beban belanja pegawai bisa tertutupi. Kalau tidak, APBD setiap tahun akan menghadapi persoalan yang sama dan pembangunan menjadi terhambat,” tutup Muharlion.