Audit Pemko Pekanbaru, BPK Temukan Dugaan Risiko Penyalahgunaan BBM Solar

PenaHarian.com
8 Mar 2024 12:30
6 menit membaca

Pekanbaru, – Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas audit yang dilakukan terhadap Pemerintah Kota (Pemko) tahun anggaran 2022 menemukan permasalahan pertanggungjawaban kegiatan Belanja Bahan Bakar pada Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan, dan Dinas Perhubungan tidak sesuai ketentuan pertanggungjawaban belanja, tidak sesuai dengan Perpres Nomor 16 Tahun 2018, Perpres Nomor 12 Tahun 2021, Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019, Permendagri Nomor 19 Tahun 2016, Permendagri Nomor 90 Tahun 2019, dan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020.

Kondisi tersebut mengakibatkan adanya risiko pemborosan realisasi belanja BBM dan penyalahgunaan BBM solar industri oleh pihak yang tidak berwenang, kelebihan pembayaran atas belanja BBM kendaraan operasional angkutan sampah di DLHK sebesar Rp350.578.750,00, kelebihan pembayaran atas belanja BBM pada pengelolaan Bus Trans Metro Pekanbaru oleh PT TPM sebesar Rp8,978,510,00, adanya risiko penyalahgunaan penggunaan BBM oleh pihak yang tidak berwenang.

  1. Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan

BPK menemukan permasalahan pada Solar Industri Non Subsidi Alat Berat dan Operasional Pengangkutan Sampah. Pemeriksaan atas pertanggungjawaban pengadaan BBM solar industri menunjukkan permasalahan bahwa pelaksanaan pengadaan BBM solar industri oleh CV MPA tidak sesuai ketentuan DLHK membeli BBM dari CV MPA untuk Tahun 2022 dengan menggunakan 38 Surat Perintah Kerja (SPK) dan 10 Surat Pesanan kepada CV MPA dengan jumlah harga keseluruhan Rp3.266.034.825,00. BBM yang dibeli tersebut diserahterimakan oleh CV MPA di lokasi TPA Muara Fajar dengan harga per liter berkisar antara Rp14.718,00 sampai dengan Rp25.675,00. CV MPA memiliki klasifikasi Badan Usaha yang tertuang dalam Nomor Induk Berusaha (NIB) 0220004111678 dengan Nomor KBLI 46610 Perdagangan Besar Bahan Bakar Padat, Cair dan Gas dan Produk.

Berdasarkan pemeriksaan secara uji petik terhadap dokumen pertanggungjawaban pembelian BBM kepada CV MPA diketahui penyediaan BBM solar indutri ternyata dilaksanakan oleh PT TMJ Perwakilan Riau. Namun hasil konfirmasi kepada personel yang tercantum dalam dokumen tagihan CV MPA atas nama Sdr. IN selaku staf operasional PT TMJ Perwakilan Riau menunjukan bahwa Sdr. IN bukan perwakilan dari PT TMJ dan tidak pernah mengirimkan solar industri ke DLHK melalui CV MPA. Selanjutnya hasil konfirmasi akte pendirian PT TMJ ke Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum diketahui bahwa PT TMJ tidak memiliki kantor perwakilan di Provinsi Riau.

Selain itu, setiap SPK/Pesanan pembelian BBM selalu menyebutkan peruntukan per alat beratnya, padahal semua pembelian ditampung dalam satu tangki penyimpanan yang sama untuk seluruh alat berat. Menurut catatan Mandor TPA, terdapat alat berat yang tidak beroperasi namun pembelian BBM untuk alat tersebut tetap direalisasikan sebesar Rp58.295.325,00. DLHK menjelaskan bahwa BBM tetap dibeli karena penggunaannya dialihkan ke alat berat lainnya. Peralatan yang tidak beroperasi tersebut sedang dalam perbaikan oleh teknisi DLHK. Alat berat yang tidak beroperasi jenis Bulldozer Case selama 1 hari, Bulldozer D selama 3 hari, Excavator Komatshu selama 24 hari dan Excavator Hitachi selama 1 hari.

Ditemukan juga pengadaan BBM Solar Industri melalui subkontrak yaitu pengelolaan penerimaan dan penggunaan BBM solar industri pada DLHK di TPA Muara Fajar 2 tidak didukung dengan administrasi yang memadai yakni DLHK tidak menyelenggarakan Buku Persediaan dan Kartu persediaan BBM meskipun Mandor TPA melakukan pencatatan atas penerimaan dan penggunaan setiap alat berat.

Pemeriksaan terhadap catatan Mandor TPA menunjukkan terdapat tiga alat berat yang mengalami kerusakan dan diperbaiki oleh pihak ketiga yang tertuang dalam tiga SPK Pekerjaan Pemeliharaan. Perbaikan ketiga alat berat tersebut dilakukan dengan rentan waktu tiga hari, 45 hari dan 60 hari. Meskipun alat berat tersebut rusak dan tidak dapat beroperasi, namun berdasarkan SPK pembelian BBM dan catatan mandor terdapat realisasi pengadaan dan penggunaan BBM untuk ketiga alat berat tersebut dengan total nilai sebesar Rp276.373.070,00. Pengurus Barang tidak melakukan pemeriksaan fisik BBM secara berkala bersama Pengguna Barang, dan tidak membuat Laporan Persediaan yang disetujui oleh pengguna barang per semesteran/tahunan.

Kemudian pada Operasional Pengangkutan Sampah ditemukan permasalahan terdapat pembayaran pembelian BBM kepada PT AMP penggunaan voucher BBM oleh empat kendaraan yang bukan aset DLHK dan tidak digunakan untuk pengangkutan sampah sebanyak 22.722,50 liter sebesar Rp350.578.750,00. BPK juga menemukan kelemahan pengendalian yang signifikan atas pengelolaan BBM terbukti dokumen pembayaran berupa struk SPBU tidak mencatumkan Nomor Kendaraan sebesar Rp615.146.875,00, dan kendaraan yang mengisi BBM sebesar Rp135.492.750,00
dalam rangka mengangkut sampah namun aktivitas pengangkutan sampahnya tidak terekam pada database SITEMPA.

Kemudian DLHK menandatangani 12 SPK diantaranya penyediaan BBM bagi 20 unit kendaraan dump truck dengan keseluruhan nilai pembelian BBM dump truck sebesar Rp374.606.750,00. Namun hasil pemeriksaan fisik kendaraan menunjukkan DLHK hanya memiliki 18 unit dump truck terdiri dari 16 unit dump truck, satu unit light truck dan satu unit arm roll truck. Dengan demikian terdapat potensi kelebihan penyediaan BBM dump truck sebanyak 12.775 liter atau sebesar Rp174.301.750.

DLHK juga menandatangi 12 SPK diantaranya penyediaan BBM bagi satu unit kendaraan Sweeper dengan keseluruhan nilai pembelian sebesar Rp199.202.000,00. Namun hasil pemeriksaan fisik kendaraan menunjukkan kendaraan sweeper mengalami kerusakan dan tidak beroperasi mulai dari bulan Maret sampai dengan Desember 2022. Dengan demikian terdapat potensi kelebihan penyediaan BBM sebanyak 12.240 Liter atau sebesar Rp176.310.000,00. Atas hal tersebut DLHK menjelaskan bahwa voucher BBM untuk sweeper dimanfaatkan untuk tiga kendaraan compactor yang merupakan pengadaan tahun anggaran 2022 yang diterima pada tanggal 19 September 2022. Tiga kendaraan compactor tersebut dioperasikan sejak tanggal 1 Oktober sampai dengan 31 Desember 2022 untuk membersihkan jalan-jalan protokol dan mengambil sampah atas pengaduan masyarakat. Jumlah penggunaan BBM untuk operasional kendaraan compactor tersebut adalah sebanyak 3.860 liter sebesar Rp65.504.000,00 sehingga terdapat potensi penyalahgunaan sebesar Rp110.806.000.

  1. Dinas Perhubungan

Belanja Subsidi Layanan Bus Trans Metro Pekanbaru (TMP) diberikan berdasarkan Perjanjian Kerjasama antara Pemko Pekanbaru dengan PT Sarana Pembangunan Pekanbaru (PT SPP). Berdasarkan Surat Keputusan Direktur PT SPP, operasional Bus TMP dan pertanggungjawaban penggunaan dana subsidi dilaksanakan oleh PT Tranportasi Pekanbaru Madani (PT TPM).

Pemeriksaan atas pembelian BBM dan daftar Bus TMP menunjukkan terdapat bukti pembelian BBM sebesar Rp8,978,510,00 atas 14 kendaraan yang bukan milik kendaraan bukan milik UPT Pengelolaan Trans Pekanbaru (dahulu PT TPM) atau tidak diketahui nomor kendaraanya. Manajemen PT TPM menjelaskan bahwa terdapat kesalahan penginputan nomor kendaraan pada saat pengisian BBM dalam bukti pembelian. Namun, penjelasan tersebut tidak merujuk kepada kendaraan milik PT TPM yang riil diisi BBM oleh SPBU pada PT KMP.

BPK menyimpulkan kondisi tersebut disebabkan oleh Kepala DLHK selaku Pengguna Anggaran tidak optimal melakukan penganggaran belanja BBM solar industri, dan dalam pengurusan pengadaan, pengamanan fisik dan administrasi BBM. DLHK juga tidak menganggarkan dan merealisasikan penyediaan BBM sesuai kebutuhan operasional kendaraan yang dimiliki DLHK, DLHK belum memiliki SOP pengelolaan BBM untuk kendaraan pengelolaan sampah, dan PPTK Dishub tidak teliti dan cermat dalam memverifikasi bukti pertanggungjawaban Belanja Subsidi BBM pada Bus TMP.

Tidak ada komentar untuk ditampilkan.