Oleh : Deni Syaputra
Advokat, Praktisi dan Pemerhati Sosial
Pemilihan Ketua KONI Provinsi Sumatera Barat yang sebentar lagi digelar tiba-tiba menjadi hangat diperbincangkan. Bukan hanya karena dinamika internal cabang olahraga sebagai pemilik suara, tetapi karena munculnya sebuah gebrakan baru: ada calon yang secara terbuka menyatakan maju dengan format berpasangan Ketua dan Sekretaris.
Bagi sebagian pihak, langkah ini mungkin dianggap “keluar jalur”, karena AD/ART KONI tidak pernah mengatur model pencalonan berpasangan. Namun, jika kita melihat lebih jernih, strategi ini adalah bentuk inovasi politik olahraga yang patut diperhitungkan. Dengan tampil sebagai pasangan, calon memberikan gambaran kepemimpinan yang lebih utuh. Ketua sebagai pengarah visi, Sekretaris sebagai motor penggerak organisasi. Sebuah pesan simbolik kepada cabang olahraga bahwa kepemimpinan mereka tidak sekadar figur, melainkan sebuah tim yang siap bekerja.
Model ini bukan hal asing dalam demokrasi organisasi. Baru-baru ini, dunia advokat juga menyaksikan fenomena serupa ketika Harry Ponto maju berpasangan dengan Patra M. Zein dalam pemilihan Ketua PERADI SAI, dan hasilnya mereka terpilih secara aklamasi. Fakta ini memberi sinyal bahwa pola kepemimpinan berpasangan semakin mendapat tempat dalam organisasi modern, sebagai jawaban atas kebutuhan sinergi dan kolaborasi dalam manajemen.
Namun, terobosan ini tentu bukan semata-mata gimmick politik. Kuncinya tetap pada lobi-lobi strategis kepada cabang olahraga sebagai pemilik suara sah. Tanpa dukungan mayoritas cabang, gagasan segar sekalipun akan berhenti di ruang wacana. Oleh karena itu, kemampuan membangun komunikasi, meyakinkan cabang olahraga bahwa mereka akan menjadi prioritas, menjadi ujian sesungguhnya.
Di sisi lain, olahraga daerah tidak bisa dilepaskan dari dukungan kepala pemerintahan. Gubernur dan bupati/walikota adalah figur penting dalam menopang kebijakan, anggaran, dan moralitas pembangunan olahraga. Tanpa dukungan mereka, visi olahraga berprestasi hanya akan tinggal mimpi. Maka, selain merangkul cabang olahraga, meraih simpati dan dukungan moral dari kepala daerah adalah langkah yang realistis dan strategis.
Fenomena pencalonan berpasangan ini bisa dibaca sebagai “tanda zaman”. Bahwa dunia olahraga juga menuntut inovasi dalam demokrasi organisasi. Siapa pun yang akan terpilih nantinya, baik secara individu maupun sebagai pasangan, yang terpenting adalah komitmen untuk mengembalikan marwah KONI sebagai rumah besar cabang olahraga dan atlet Sumatera Barat. Kontestasi hanyalah pintu masuk, tetapi tujuan akhirnya adalah prestasi, kebanggaan, dan kejayaan olahraga daerah di pentas nasional bahkan internasional.