Jakarta, – Komunitas Pemberantas Korupsi (KPK) resmi melaporkan dugaan korupsi terkait bantuan ternak sapi tidak sesuai spesifikasi dan bibit tanaman fiktif pada Pemprov Sumbar tahun 2011-2015 termasuk pokir DPRD Sumbar kepada Jampidsus Kejagung di Jakarta, Rabu (2/10/25) kemarin.
Laporan ini didasarkan pada Laporan Panitia Khusus (Pansus) Program Gerakan Pensejahteraan Petani (GPP) dan Gerakan Pensejahteraan Ekonomi Masyarakat Pesisir (GEPEMP) DPRD Sumatera Barat yang dirilis pada 6 Juni 2016 mengungkap banyak permasalahan serius. Mulai dari bantuan tidak sesuai spesifikasi hingga bantuan fiktif.
Dijelaskan dalam laporan pansus tersebut bahwa pada rapat kerja bersama SKPD pelaksana program GPP dan GEPEMP tanggal 27 Januari 2016, Pansus mengkonfirmasi terhadap temuan kunjungan ke kelompok tani/masyarakat nelayan yang ada di kabupaten dan kota se Sumatera Barat.
Pertama, bantuan bibit tanaman perkebunan seperti Bibit Kakoa, dijumpai ada kelompok tani/masyarakat tertera dalam data namun tidak menerima bantuan sama sekali atau bibit tersebut tidak pernah sampai ke petani.
Kedua, bantuan bibit tanaman perkebunan tidak cocok dengan kondisi lahan petani bahkan diserahkan tanaman yang tidak dibutuhkan serta ada yang fiktif.
Ketiga, bantuan ternak sapi yang terima kelompok tani tidak unggul, tidak cukup umur serta tidak sesuai dengan spesifikasi sehingga hampir 4 tahun petani memelihara belum beranak sama sekali.
Keempat, bantuan yang diserahkan kepada kelompok tani tanpa didampingi oleh dinas atau pihak terkait, bahkan kelompok tani yang menerima bantuan ternak sapi ada yang tidak pernah mendapatkan bimbingan atau penyuluhan serta kunjungan dari pihak terkait.
Kelima, SKPD pelaksana program GPP dan GEPEMP telah melaksanakan evaluasi, diakui bahwa memang banyak permasalahan yang dijumpai
dan disimpulkan keberhasilan hanya 30%.
Berdasarkan temuan tersebut, Pansus memberikan beberapa rekomendasi penting, antara lain:
PenaHarian.com menghubungi salah satu anggota Pansus, Nofrizon baru-baru ini. Menurutnya hasil Pansus GPP dan GEPEMP sudah disampaikan kepada Gubernur Sumbar tahun 2016 lalu.
“Tugas kita sebagai lembaga pengawasan tentu menyampaikan ke gubernur tentu eksekusi dan tindak lanjutnya gubernur lagi”, kata Nofrizon kepada Wartawan, Kamis (19/9/2024) lalu.
Dalam upaya untuk mendapatkan tanggapan mengenai tindak lanjut rekomendasi tersebut, PenaHarian.com mengonfirmasi Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sumatera Barat, Sukarli, menyatakan bahwa dokumen rekomendasi dari tahun 2016 tidak ada dalam memori serah terima. “Kami akan mencari dokumennya,” ujarnya melalui pesan WhatsApp pada Sabtu (21/9/24).
Senada, Sekretaris Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Sumbar, Ferdinal Asmin, menyampaikan bahwa tidak ada program GPP dan GEPEMP yang dilanjutkan pada tahun 2017 dan seterusnya. “Saya akan konfirmasi lebih lanjut kepada kolega yang lebih tahu mengenai rekomendasi ini,” tuturnya. Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumbar, Reti Wafda, belum memberikan tanggapan.
Ketua Komunitas Pemberantas Korupsi Sumatera Barat, Darlinsah, menyatakan ada kejanggalan dalam laporan pansus tersebut. “Rekomendasi DPRD yang seharusnya menjadi pedoman pelaksanaan program, kok bisa dekomennya tidak ditemukan pada dinas terkait. Kami berharap Jampidsus Kejagung dapat mengusut secara menyeluruh kejanggalan ini,” ujar.
Darlinsah juga menambahkan bahwa ada indikasi kemungkinan laporan Pansus tidak memuat seluruh temuan di lapangan, terutama yang berkaitan dengan pokir-pokok pikiran anggota DPRD sendiri, untuk itu diharapkan pemeriksaan lebih lanjut oleh Kejagung. “Kami harap mohon diusut tuntas bila ditemukan indikasi korupsi”, tukas Darlinsah.
(Dayat)